/1/
Roni namaku.[1]
Aku ingin jadi orang besar,
Meski hidup dengan pas pasan.
Jatuh air mataku.
Ibuku malang, ibuku sayang
ayahku malang, ayahku sayang.
Aku berpagang teguh pada tuhan,
nasib memang sudah ditentukan
tetapi dengan kerja keras akan kupatahkan.[2]
Aku bertekad,
tanganku terkepal.
Aku akan membanggakan.
Ku mulai dengan belajar.
Meluapkan segala daya,
keringatkucurahkan.
Hanya itu yang bisa kulakukan.
Aku miskin yang kasihan,
tapi akan tetap berjuang.
Aku roni akan sekolah tinggi,
menjadi Sarjana nanti.
Bekerja dengan setelan jas kota.
Tapi bagaimana ini?
Haruskah pertaruhkan nyawa ini?
Demi masa kita nanti,
Aku,ayah, ibuku.
demi makan enak,
Demi kasur empuk,
Demi membantu sesema nantinya.
/2/
Pagi menjelang.
Aku bersujud dalam keremangan.
Tuhan lindungi aku.
Tuhan sayangi aku.
Tuhan wujudkan cita-citaku.
Tuhan pasti simpati akan anak manusia ini.
Bergetar bibirku.
Menyuarakan harapan.
Memerah mataku.
Dunia kejam.
Dunia remang.
Akan ku taklukkan.
Aku bangkit, lalu menggulung sajadah.
Bersiap menerjang hari.
Aku begegas sarapan,
meski hanya sesuap nasi dengan sayur asem.
Takada tahu atau tempe,
tak ada daging atau susu,
bahkan roti atau keju.
Ku panjatkan syukur
meski rezeki tak berlimpah.
Makan dengan lahapnya.
Ah!
Nikmatnya.
Nikmat benar makan bersama keluarga,
ngobrolngalor ngidul.
Nikmat benar jika kau mensyukurinya.
Andai semua berpikir sama.
Damailah dunia.
/3/
Pagi ini aku mencium telapak tangan ayahku yang akan
bekerja,
pagi ini aku mencium telapak tangan keriput ibuku yang
mengantar sampai pintu.
Belajalar, berusaha, dan berdoalah!
Jangan jadi seperti orangtuamu ini.
Hanya mampu mencari sesuap nasi basi.
Muliakan hidupmu, banggakan kami.
Tuntutlah ilmu bahkan sampai mati
Maka surga menanti.[3]
Aku menunduk menyembunyikan genangan air mata ini.
Berjalan gontai melewati pintu rumah.
Ayah menatapku sendu,
ibu menatapku khawatir.
Setalah melalui pintu itu,
aku akan menantang maut untuk mencapai tujuanku.
Aku Roni,
akan menjadi orang besar!
Kiniaku menatap jalan menuju tujuanku,
bergetar kakiku,
keringat dingin meluncur melewati pelipisku.
Ayah ibu takut aku
baru12 tahun umurku.[4]
Meremang bulu romaku.
Menatap nyalangarus deras sungai Ciberang ku.
Jembatan rusak itu
yang tinggal menyisakan sling itu,
Yang miring 90 derajat itu,
tempat pijakan terdiri atas potongan-potongan
papan kecil itu.
Tuhan kuatkan aku.
Teringat kata guruku.
“ah ! lahatlah Roni dan kawan-kawan,
Mereka bak tokoh dalan film “Indiana Jones And
The Temple Of Doom”[5]
Melewati jembatan maut demi tujuannya”
Hebat benar mereka”.
Aku tak tau dan tak pernah tau siapa itu Indiana Jones,
seperti apa jembatan yang dilaluinya,
Apakah dia gemetar sepertiku saat melewatinya.
Tapi takapalah
aku percaya guruku yang tambun itu,
aku bagai pahlawan dalam mencapai tujuanku.
Kembali teringat akan kejadian beberapa waktu lalu
sewaktu musim ujian nasional itu,
kawanku yang menyeberang jembatan terjatuh.
Kawanku merasa begitu pentingnya ujianitu,
ia tetap nekat berangkat ke sekolah.
Saat itu semua pakaiannya basah kuyub.
Tubuh kecil ringkihnya penuh luka darah,
kawanku menutup luka berdarahnya dengan kaos
kaki kumalnya.
Meringis sakit ia.[6]
Ah!
Kembalilah kesadaranku
aku harus melewati jembatan itu,
untuk tujuan hidupku.
Terlintas akan ayah ibuku.
Aku menengadahkan tangan.
Dengan mulut bergetar
melafalkan segala doa agar selamat hidupku.
Aku menapakkan kaki pertama,
kucengkramkuat sling jembatan itu,
terus melafalkan doa apapun itu,
selangkah demi selangkah kulalui,
terasa jauh sekali.
Tapi mau bagaimana lagi,
tak ada jalan lagi.
Tak mungkin aku melewati jalan lain.
Bisa gila aku.
Jalan yang memutar jauh,
takada waktu,
bisa lepas kakiku berjalan sejauh 800 meter.[7]
Tak mungkin naik angkot,
kering kantongku.
Terima sajalah jembatan rusak itu.
Pikiran melayang kesekian kalinya.
Tapi kemudian tersadar,
Masih separuh jalanku melewati jembatan maut itu.
Seluruh tubuhku masih gemetar,
keringat dingin membasahi seragam putihku,
ku cengkram kuat sling itu.
Aku berjalan tertatih tatih,
harus hati-hati jika tidak mau melayang nyawaku.
Tak terbayang rasa sakit bila menghantam arus kuat itu.
Angin berhembus menggoyangkan jembatan itu.
Aku memejamkan mataku,
kembali kucengkaram kuat tali itu,
memerah telapak tanganku,
lecet pastinya.
Huh!
Masih seperempat lagi jalanku.
Aku bisa pasti bisa
Teriakku dalam benakku.
Ah!
Melayang lagi pikiranku.
Pantulan wajah ayah ibu
menatap haru aku yang berseragam.
Bangga nian mereka padaku.
Tersenyum haru aku.
Aku akan mewujudkan tujuanku
karena itu jalan hidupku.
Tak akan ku tarik kembali kata-kataku
karena aku adalah aku untukku.
Mejadi orang besar tujuanku.
Akan ku bantu sesamaku.
Biarlah orang menganggapku kutu
yang terpenting mulia tujuanku.
Tak terasa aku menapaki sisi seberang jembatan maut itu.
Sungguh lega nian hatiku
seperti meneguk air suci di tanah tandus negeriku.
Tuhan menyayangiku,
maka selamatlah aku.
Aku telah selamat menuju tujuanku.
Ayah ibu tunggulah aku
dirumahsurgaku.
Aku akan pulang membawa ilmu.
Ilmu untuk tujuan muliaku.
Akan ku tempatkan kalian disisi kehormatan,
akan ku tempatkan disisi kemuliaan.
Agar tak lagi ada celaan,
agar tak lagi ada hinaan,
agar tak lagi ada cercaan.
Tersungging senyum cerahku
mebayangkan itu.
/3/
Sekarang aku menuju gudang ilmu,
sekolah tercintaku
yang kulewati dengan pertaruhan nyawaku.
Taukah kalian betapa beruntungnya aku.
Aku adalah sekian dari beribu anak yang mengecap manisnya
ilmu.
Pintarlah akalku.
Tak lagi buta huruf,
tak lagi dapat ditipu.
Bisa membaca
bisa menulis.
Bisa yang orang kaya bisa,
bisa yang orang kota bisa.
Meski penuh rasa sakit jalanku,
aku akan tetap berjalan
sesakit apapun jalanku
kujalani sebagaimana dayaku
meski terselip harapan semu
pada pemimpin rakyat kecil sepertiku.
Bangunkanlah jempatan untukku dan kawanku.
Kami tak menuntutmegah
kami hanya butuh yang layak dilewati
oleh kaki kaki mungil kami.
Sisihkanlah uang untuk membangun jembatan maut kami
dari uang cepat
pembangunan fasilitas gedung DPR RI.[8]
Haruskah kami lebih lama lagi menunggu?
kalau begitu akan kami tunggu.
Berbaik sangka aku.
Kuhela nafasku.
Sekarang aku duduk di kursiku
meski hanya kursi usang,
tapi inilah hal kecil yang amat berharga bagiku.
Banyak diluar sana mengharapkan sepertiku.
Beruntunglah aku
berbahagialah aku.
Akuakan menjadi wakil bagi sesamaku
suatu saat nanti akan ku tunjukkan dunia baru
dunia penuh keadilan dan kedamaian.
Dunia dimana semua orang saling membantu
orang miskin
orang desa,
kami akan mendapat yang orang kuasa dapat
kami akan mendapat yang orang kota dapat.
Akan ada sececah kemakmuran
meski jalan itu penuh dengan rasa sakit.
Rasa sakit itu
justru akan membentuk seperti apa diriku nanti.
Aku memulai tujuan dengan pertaruhan nyawa
Kawan-kawanku juga.
Maka aku akan mengakhirinya dengan pertaruhan nyawa juga
Kawan-kawanku juga.
/4/
Tiba saatnya guru tambun kami
Mengajar kami.
Aku ingin sepertinya
meski galak bak Buto Ijo,
tapi dia teladan ku
panutan ku
pahlawan ku.
Semangat beliau mengajar di sekolah kecil itu.
Banyak dari kami tak sadar akan kebaikannya itu.
Beliau terkadang menatap sendu
tatkala aku dan kawanku datang
dengan penuh peluh,
aku menatap dalam bola matanya.
Kasih sayang seorang guru pada muridnya.
Sungguh mulia hatinya.
Setelah menatap kami dengan tatapan syarat akan makna
Beliau berbalik
berjalan gontai keruangannya.
Ah!
Pak guru tambunku sayang.
Kami akan berjuang
untukmu juga.
/5/
Kentongan berbunyi nyaring sekali
Ah!
Waktu pulang tiba
Aduh
Aku masih lelah
Tapi aku harus segera pulang
membantu ayah ibu.
Aku bergegas
Kembali akan menapaki jembatan mautku
jembatan maut menuju tujuanku.
/6/
Kini berdirilahaku
dihadapan jembatan lebih dari 100 meter itu.[9]
yang tiap waktu kulalui bersama kawan-kawanku.
Seperti biasa mataku menatap nyalang jembatan itu.
Indonesia yang kaya akan sumberdaya
bahkan takmampu membangun jembatan yang selayaknya.
Miris aku memikirkannya.
Masa depanku adalah kematian,
tapi aku tak pernah berharap seperti ini jalannya.
Seberat dan sesakit apapun juga aku tak akan menyerah
aku harus kuat untuk melindungi orang-orang yang
kusayangi.
Jangan pernah berpikir menunggu ku untuk menyerah
Karena berarti kalian akan menungguku selamanya.
/6/
Disini aku
kembali menapaki jembatan itu.
Mempertaruhkan nyawa menyebrangi sungai Ciberang ku.
Meniti jembatan gantung yang sudah runtuh separuh.
Menyengkram kuat pada sling itu.
Kaki menumpu di retakan kayu jembatan yang sudah rapuh.
Arus sungai Ciberang menunggu dibawah ku.
Entah kenapa sungai itu seperti ingin menelanku.
Keringat dinginku tak lagi dapat kubendung.
Setiap hari kulalui,
tapi tetap saja terasa bergetar kakiku,
berpacu kencangjantungku.
kulapalkan apapun doa yang kuhapal
terbayang wajah ayah ibuku
yang selalu menatap dengan tatapan itu.
Saat aku berangkat dan pulang setiap waktu.
Ayah ibu tunggu aku selalu.
Ah!
Tak tersa sudah separuh jalanku
Aku tertatih perlahan,
tempat berpijak yang semestinya datar merata
kini berubah miring
terdiri atas potongan-potongan papan kecil yang
sudah rusak
bergoyang-goyang saatku lewati.
Menggantung tas ransel berisi buku pelajaran di
punggungku.
Aku, kawan-kawanku harus menyengkeram kuat-kuat
sling itu
jika tidak ingin jatuh dan hanyut
terbawa arus Sungai Ciberang yang deras itu.
Ini bukanlah atraksi, maupun fiksi
tapi jalan yang kulalui bersama kawanku
Setiap waktu
Ah!
Tak terasa
aku sudah menapaki sisi lain jembatan mautku.
Betapa leganya
aku selamat lagi
Untuk kesekian kalinya.
Tuhan menyayangiku
Tuhan simpati padaku.
Aku kembali bersyukur.
Ayah ibu aku berlari menuju rumah surgaku
terbayang nasi sayur asem buatanmu.
/6/
dandisinilah aku
didepan pintu rumahku.
Disambut senyum ayah ibuku.
Lekas mandi aku.
Dengan rambut basah baju usang.
Aku duduk bersila di teras rumahku,
ayah ibuku sudah menunggu
dengan sayur asem kesukaanku.
Aku tersenyum menampakan gigiku
Ah!
Bahagianya.
Ah!
Nikmatnya.
Henbusan angin menyapa.
Bau hujan terasa mulai menyapa.
Bau tanah basah,
gemericik air menyapa,
tapi aku takut juga.
Melanglang buana pikiran jiwa
terbayang akan seperti apa arus sungai tercinta.
Musim hujan
menghantar bahaya.
Semakin deras arus sungai tercinta.
Berdesir hatiku
Sesak juga.
Pucat pasi wajahku.
Ah!
Biarlah itu aku khawatirkan nanti
Biarlah hati ini tenang untuk sementara,
aku nikmati saja makan sederhana.
Tak mau merusak suasana
kasihan ayah ibuku.
Tak mau aku membuat mereka lebih sengsara
Sudah cukup sakit
tatkala mengintip tiap sujud mereka pada yang maha kuasa.
Lantunan doa untukku begitu menggetarkan jiwa.
Tuhan lindungilah Roniku.
Jalan yang ia tempuh tidaklah mudah.
Aku tak mau dia menyerah.
Dunia ini kejam,
tapi pasti ada secercah kebahagiaan terselip
untuknya.
Roniku malang, Roniku sayang
Tujuannya mulia
Untuk membanru sesama.
Dia akan terang ditengah keremangan.
Akan mulia derjatnya.[10]
Jembatan kematian bukan halangan.
Dia tak akan mati ditengah perjuangan.
Akan ku wujudkan tujuanku dengan kerja kerasku
Pasti itu.
[1] Roni, siswa kelas satu SMPN 6 Rangkasbitung,
yang setiap hari melewati Jembatan gantung yang menghubungkan Desa Sangiang
Tanjung dan Desa Pasir Tanjung, Lebak Banten.Sumber:http://kabarnet.wordpress.com/2012/01/22/tragis-demi-sekolah-harus-bertaruh-nyawa/.
[2]Dalam syurat Al-Rad ayat 11 dengan tidak
sepenuhnya berpikir bahwa nasib kita sudah ditentukan dan tidak mau berusaha
maka itu adalah kepercayaan yang salah karena Allah akan memberi kesempatan
untuk merubah keadaan jika kita mau berusaha: “Sesungguhnya Allah tidak
mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka
sendiri”.
[3]Dalam Hadist Nabi “Barang siapa merintis jalan
mencari ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga”. (HR.Muslim)
[4]Roni, siswa kelas satu SMPN 6 Rangkasbitung,
yang setiap harinya melewati Jembatan gantung yang menghubungkan Desa Sangiang
Tanjung dan Desa Pasir Tnjung, Lebak Banten. Sumber:http://kabarnet.wordpress.com/2012/01/22/tragis-demi-sekolah-harus-bertaruh-nyawa/.
[5]Media Inggris Daily Mail, menuliskan sebuah
artikel pada Jumat (20/1/2012) yang menceritakan betapa bahayanya perjalanan
para pelejar Indonesia menuju ke sekolah. Artikel ini bahkan menyamakan aksi
mereka dengan adegan berbahaya di film Indiana Jones. “Sekilas, itu terlihat
seperti adegan aksi dari film “Indiana Jones And The Temple Of Doom”, demikian
tulis Daily Mail mengawali artikelnya. Sumber: http://jaringnews.com/seleb/kover/8656/andrea-hirata-angkat-topi-perjuangan-anak-sd-lebak.
[6]Karena saking bagusnya jembatan tersebut,
beberapa waktu yang sewaktu musim ujian nasional, ada anak sekolah yang
menyeberang jembatan tersebut dan terjatuh. Karena anak tersebut merasa begitu
pentingnya ujian, maka anak tersebut tetap nekat berangkat ke sekolah untuk
mengikuti ujian. Saat itu semua pakaiannya basah kuyub dan siswa tersebut
bahkan sampai berdarah-darah. Hal itu seperti diceritakan oleh guru sekolahnya.
Untuk menutup luka-lukanya si anak tersebut menggunakan kaos kakinya untuk
membalut luka di kakinya. Sumber: http://unik.kompasiana.com/2012/07/12/anak-sd-bertaruh-nyawa-untuk-sekolah-470987.html.
[7]Kata Bupati Lebak Mulyadi Jayabaya di
Rangkasbitung, Senin (23/1). Menurut dia, Pemerintah Kabupaten Lebak membuka
jalan alternatif sepanjang 400 meter yang menghubungkan Desa Sangiangtanjung ke
Desa Pasirtanjung, Kecamatan Rangkasbitung. Jalan alternatif ini, kata bupati,
bakal ditempuh anak-anak SD pergi ke SDN 02 Pasirtanjung dengan jarak tempuh
800 meter. "Bukan lima kilometer seperti yang beredar dalam pemberitaan
media," katanya. Sumber: http://www.beritasatu.com/nasional/27419-pemkab-lebak-tutup-jembatan-gantung-ciberang.html.
[8]Sebenarnya, untuk memperbaiki jembatan rusak
tersebut dibutuhkan waktu sekitar tiga bulan saja dengan dana diperkirakan mencapai
Rp 600 juta. Warga hingga kini hanya bisa berharap kepada pemerintah agar bisa
segera memperbaikinya. Lain halnya dengan gerak cepat pembangunan fasilitas
gedung DPR RI, seperti toilet DPR seharga Rp 2 Miliar dan parkiran motor
sebesar Rp 3 Miliar. Belum lagi renovasi terhadap ruang rapat Badan Anggaran
(Banggar) yang menelan biaya Rp 20 Miliar dari uang rakyat. Inilah kenyataan
negeri ini yang sebenarnya. Sumber: http://kabarnet.wordpress.com/2012/01/22/tragis-demi-sekolah-harus-bertaruh-nyawa/
[9]Kondisijembatandenganpanjanglebihdariseratus
meter itusangatmengkhawatirkanbagisiapa pun yang melintasi. Sumber: http://kabarnet.wordpress.com/2012/01/22/tragis-demi-sekolah-harus-bertaruh-nyawa/
[10]Sesungguhnya Islam adalah agama yang
menghargai ilmu pengetahuan. Bahkan Allah lewat Ai-Qur’an meninggikan
orang-orang yang berilmu dibanding orang-orang awam beberapa derajat. Dalam
ayat Al-Qur’an surat Al-Mujadalah ayat 11 disebutkan “Niscaya Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat”
NAMA : LAILATUL CHIKMAH
Tempat/Tgl Lahir : GRESIK, 13-07-199.
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Mahasiswa
Desa : SUKOWATI RT 003 RW OO2
Kecamatan : BUNGAH
Kabupaten : GRESIK
Provinsi : JAWA TIMUR
No Telepon : 085784872052
Alamat E-Mail : chikmahlailatul13@gmail.com
Akun Fcebook : Chikmah Lailatul
Akun Twitter : @Chik13_Bear
Komentar
Posting Komentar